Pekalongan, 8 Juli 2024 – Camat Pekalongan Utara, Wismo aditiyo, S. Pt, M., Lurah Kandang Panjang Fauzan, Pokja Pi Kelurahan Kandang Panjang, dan Penyuluh Perikanan melakukan penebaran benih ikan nila secara simbolis di kolam seluas 400 meter persegi. Penebaran benih ikan sebanyak 3.000 ekor sebagai alternatif pemanfaatan lahan yang tidak produktif.
Penebaran tersebut merupakan yang ketiga, sebelumnya sudah dilakukan pada tanggal 26 April 2024 sebanyak 3.000 ekor dan 1 Juni 2024 sebanyak 1.400 ekor pada lahan tergenang lainnya. Pemanfaatan lahan tergenang merupakan upaya adaptasi perubahan iklim yang terjadi di Kota Pekalongan.
Camat Pekalongan Utara, Wismo aditiyo, S. Pt, M., mengatakan tebar benih ikan nila sebagai upaya adaptasi terhadap lahan yang tergenang. “Penebaran ikan nila diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar”.
Penyuluh perikanan, Mohamad Wait, A.Md., mengatakan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan melalui penyuluh perikanan siap mendampingi bagaimana proses budidaya ikan nila dari awal hingga panen. “Jika terdapat kendala atau masalah dapat konsultasikan dengan kami, pada setiap kecamatan kami memiliki penyuluh-penyuluh yang bisa mendampingi budidaya ikan”.
Posyandu ILP memiliki kepanjangan dan arti Integrasi Layanan Primer. Kepala UPT Puskesmas Buaran drg. Intan Apriliani dalam kunjungannya ke Posyandu Flamboyan kelurahan Buaran Kradenan memotivasi kader agar selalu memberikan pelayanan Posyandu yang maksimal pada Rabu 17 Juli 2024.
drg. Intan Apriliani meminta kepada warga Buaran Kradenan agar bisa memanfaatkan pelayanan Posyandu ILP, karena Posyandu ini melayani seluruh siklus hidup, dari ibu hamil, menyusui, bayi dan balita, usia sekolah dan remaja, usia produktif dan lansia. Dengan memanfaatkan pelayanan Posyandu, warga bisa mengetahui tumbuh kembang anak dan deteksi dini faktor risiko.
Beliau menjelaskan, dari 28 Posyandu yang ada diwilayah kerja UPT Puskesmas Buaran yang terdiri dari 16 Posyandu di Buaran Kradenan dan 12 Posyandu di Banyurip, masih difokuskan satu kelurahan untuk Posyandu ILP yaitu di kelurahan Buaran Kradenan dengan 16 Posyandu.
Pada kesempatan tersebut, drg. Intan Apriliani juga menjelaskan bahwa untuk pelaksanaan Posyandu ILP ini memiliki beberapa kekurangan, baik dari sumber daya manusia maupun dari sarana-prasarana, karena ILP ini memiliki sasaran seluruh warga yang ada di wilayah tersebut sehingga masih perlunya tambahan kader dan fasilitas. Selain itu ILP memiliki tantangan tempat yang kurang luas, karena saat ini, posyandu menggunakan halaman rumah kader dan , masih gunakan alat lab sederhana.
Posyandu ILP adalah hal baru di masyarakat. Tingkat kehadiran warga masih kurang dari 50%, terutama di usia sekolah dan remaja, usia produktif dan lansia. Sedangkan tingkat kehadiran ibu hamil, menyusui, bayi dan balita sudah diatas 80% untuk tingkat kehadirannya. Tindak lanjut dari permasalahan kehadiran ini adalah akan dilakukan kunjungan rumah oleh kader ke sasaran yang tidak sempat berkunjung ke Posyandu.
Beliau menyarankan agar warga jangan sampai melewatkan kesempatan pelayanan Posyandu di masing-masing wilayah, karena mulai tahun 2024, Posyandu sudah melayani seluruh siklus hidup, yaitu dari ibu hamil menyusui, bayi dan balita, usia sekolah dan remaja, usia produktif dan lansia.
Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian global, regional, maupun lokal. Dampak perubahan iklim sangat terasa nyata, diantaranya adalah kekeringan yang disebabkan oleh musim kemarau berkepanjangan, dan banjir akibat dari anomali musim. Kekeringan memberikan dampak negatif terhadap berbagai sektor, salah satunya pertanian. Kekeringan berkepanjangan menyebabkan kurangnya pasokan air untuk irigasi lahan pertanian, mengakibatkan gagal panen dan penurunan produktivitas pangan.
Sementara bencana banjir menyebabkan banyak lahan pertanian produktif tergenang, sehingga ikut memberikan sumbangan pada penurunan luas lahan pertanian yang memperparah penurunan produktivitas pangan.
Dalam upaya meningkatkan produksi dan ketahan pangan, Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Pertanian dan Pangan (Dinperpa) bersama Kodim 0710/Pekalongan melakukan uji coba pembukaan lahan pertanian pasca tergenang bencana rob di wilayah Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara.
Uji coba penanaman padi pada lahan seluas 5 Ha (dari total 95 Ha lahan yang potensial kembali ditanami) yang sebelumnya merupakan lahan pertanian tergenang banjir rob selama kurang lebih 10 tahun, dilakukan pada Kamis (20/06/2024) secara simbolis oleh Walikota Pekalongan H. A. Afzan Arslan Djunaid, S.E., M.M. bersama Dandim 0710/Pekalongan Letkol Inf Rizky Aditya, S.Sos., M.Han dan Kepala Dinperpa Lili Sulistyawati, S.Pi.,M.Si.
Namun karena kondisi tanah yang tingkat salinitasnya masih tinggi akibat bertahun-tahun terendam air asin, proses uni coba penanaman menggunakan varietas padi yang tahan salin. Padi Biosalin merupakan varietas padi yang toleran terhadap tingkat salinitas tinggi hingga 15 ppt.
Sebelumnya, Dinperpa melakukan kunjungan ke Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BPSIP Biogen) Bogor untuk menambah wawasan dalam mengaplikasikan dan implementasi pengembangan padi Biosalin. Dalam kunjungan ini BPSIP Biogen memberikan varietas padi unggulnya kepada Dinperpa Kota Pekalongan, yaitu padi Biosalin 1 dan padi Biosalin 2 yang akan dikembangkan di lahan pertanian bekas terdampak banjir rob. Dengan pemilihan benih yang tepat, diharapkan hasil panen bisa optimal sehingga dapat meningkatkan produksi pangan di Kota Pekalongan.
Dalam pengembangan padi Biosalin di Kota Pekalongan, Dinperpa turut didampingi oleh mitra BPSIP Biogen yang telah berpengalaman penananman padi Biosalin. Langkah-langkah yang sudah dilakukan Dinperpa Kota Pekalongan bersama Kodim 0710/Pekalongan dalam pengembangan padi Biosalin hingga saat ini diantaranya adalah : 1. Pembukaan lahan yang diawali dengan penyemprotan menggunakan drone untuk membasi rumput liar di lahan pasca tergenang rob. 2. Peresmian Uji Coba Pembukaan Lahan Pertanian Pasca Tergenang Bencana Rob, oleh Walikota Pekalongan H. A. Afzan Arslan Djunaid, S.E., M.M. bersama Dandim 0710/Pekalongan Letkol Inf Rizky Aditya, S.Sos., M.Han dan Kepala Dinperpa Lili Sulistyawati, S.Pi.,M.Si. 3. Normalisasi saluran irigasi yang dilakukan oleh para penyuluh peretanian Dinperpa, para anggota Kodim 0710/Pekalongan, DPUPR, dan para kelompok tani binaan Dinperpa sebanyak 4-5 orang. 4. Pembajakan sawah menggunakan traktor yang dilakukan setelah irigasi ke lahan sawah sudah normal. 5. Menetralkan kondisi tanah dengan kapur pertanian (dolomit) dikarenakan tingkat pH tanah mencapai 7.9, tingkat salinitas dan nitrogen yang tinggi, dan tingkat P dan K nya sangat rendah. 6. Penyemaian benih padi Biosalin 1 dan Biosalin 2 yang nantinya akan ditanam di lahan ini sebanyak 125kg untuk Biosalin 2 dan 5 kg Biosalin 1 yang akan digunakan untuk pembibitan kembali.
Langkah berikutnya setelah penyemaian adalah penanaman padi di lahan sawah yang akan dilakukan setelah benih disemai selama 20 hingga 25 hari. Semoga dengan penanaman padi Biosalin ini dapat meningkatkan produksi pangan dan ketahanan pangan di Kota Pekalongan.
Kota Pekalongan – 150 pemuda- pemudi peduli lingkungan yang tergabung dalam Komunitas Kolaborasi Aksi Generasi Muda (KOBAR) Pekalongan melaksanakan upaya penyelamatan lingkungan berupa Aksi Penanaman 1000 bibit mangrove jenis Rhizophora Mucronata di lahan bekas tambak yang ada di Kelurahan Degayu, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Minggu (7/7/2024). Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) KOBAR yang tahun 2024 ini memasuki usia ke-2 tahun. Kegiatan ini turut melibatkan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ekonomi Syariah UIN Gus Dur Kota Pekalongan dan mahasiswa-mahasiswi UNNES Semarang serta IPB Bogor yang tengah melaksanakan KKN Tematik di wilayah tersebut.
Ketua KOBAR Pekalongan, Muhammad Faisal Latif mengungkapkan bahwa, kegiatan aksi penanaman mangrove di Kelurahan Degayu, Kecamatan Pekalongan Utara ini merupakan rangkaian kegiatan Harlah KOBAR Pekalongan yg ke-2 tahun, dimana sehari sebelumnya telah melaksanakan workshop dengan BPBD dan komunitas, kemudian ditindaklanjuti dengan aksi nyata di lapangan.
“Peserta yang kami libatkan ada dari perwakilan beberapa komunitas peduli lingkungan, mahasiswa-mahasiswi UIN Gus Dur Pekalongan, UNNES Semarang, dan IPB Bogor yang tengah melaksanakan KKN di Kelurahan Degayu,”ucapnya.
Latif menyebutkan, jumlah mangrove yang ditanam kali ini sebanyak 1000 bibit mangrove jenis Rhizophora Mucronata. Mangrove ini dipilih karena memiliki ketahanan yang lebih baik saat ditanam di pesisir dan di lahan terdampak rob serta mampu memberikan perlindungan ekosistem di sekitarnya seperti udang, kepiting dan ikan. KOBAR sendiri telah menggalakkan upaya peduli lingkungan berupa penanaman mangrove di wilayah Degayu sejak Tahun 2022, yang berawal dari adanya program adaptasi perubahan iklim dari Kemitraan Indonesia. Kemudian, KOBAR turut berkolaborasi di dalamnya bersama perangkat kelurahan setempat. Pihaknya berharap, langkah positif ini bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga ekosistem alam dan sebagai upaya menyelamatkan Kota Pekalongan akibat dampak perubahan iklim.
“Yang sudah ditanam disini, sebelumnya sudah ada sekitar 4.500 bibit mangrove. Namun, sebagian sudah ada yang mati dan kurang tumbuh optimal dan hanya 30 persen yang tersisa. Sehingga, kami lakukan upaya penanaman kembali di wilayah ini. Kami berharap, dengan adanya kegiatan penanaman ini, Kelurahan Degayu bisa menjadi wilayah percontohan wisata mangrove yang baik semacam Mini Pekalongan Mangrove Park (PMP) seperti yang ada di Kelurahan Kandang Panjang yang didalamnya ada wisata edukasi jenis-jenis mangrove yang berbeda,”harapnya.
Sementara itu, Ketua Program Studi Ekonomi Syariah UIN Gus Dur, Muhammad Aris Syafi’i, M.E.I. menyambut baik adanya kegiatan penanaman mangrove yang turut melibatkan mahasiswa-mahasiswinya dalam rangka membantu menanggulangi bencana rob yang ada di Kota Pekalongan. Kegiatan ini juga dinilai sebagai upaya edukasi kepada masyarakat terutama mahasiswa-mahasiswinya tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan ikut andil mengatasi permasalahan pemanasan global yang saat ini dihadapi Indonesia.
“Permasalahan di Kota Pekalongan ini diantaranya adanya rob dan penurunan muka tanah, sehingga banyak daratan dan lahan yang semula produktif kini terdampak dan tidak bisa digunakan lagi. Kami menyambut positif kegiatan ini sebagai suatu kegiatan kolaborasi bersama dalam upaya pelestarian alam yang berkelanjutan,”pungkasnya.
Pekalongan, 27 Juni 2024 dalam rangka memperingati Hari Gerak Bhayangkari yang ke-72, Kepolisian Republik Indonesia Resor Kota Pekalongan bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan melaksanakan penghijauan di Lingkungan Pondok Pesantren Modern Al Maliki – Jenggot, Kota Pekalongan.
Rangkaian acara dalam kegiatan tersebut meliputi apel pasukan yang dilanjutkan dengan penyerahan beasiswa pendidikan kepada anak dari anggota Polri dan bibit tanaman kepada Pengurus Pondok Pesantren, yang dilanjutkan dengan penanaman pohon di area Pondok. Dalam sambutannya, Bapak Kapolres Kota Pekalongan, AKBP Doni Prakoso Widamanto, S.I.K menyampaikan ke jajarannya bahwa Kita harus bertumbuh seperti pohon, walau harus dipupuk dengan sampah atau kotoran. Manfaat pohon diharapkan dapat mengayomi bumi dan sebagai sumber kehidupan. Polri harus dapat memaknai hubungan tersebut. Polri harus dapat mengayomi masyarat walaupun harus dipupuk dengan cacian dan makian. Hal tersebut harus dapat menjadikan polri dapat terus tumbuh dan berkembang kedepannya.
BTW sobat lingkungan, apa yang disampaikan oleh Bapak Kapolres Pekalongan Kota itu betul banget lho. Pohon sangat penting bagi kehidupan manusia karena pohon berperan penting dalam meredam gas rumah kaca (GRK) yang menjadi pemicu dalam pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi saat ini. Fungsi pohon adalah menyimpan karbon dioksida (CO2) untuk kemudian dilakukan proses fotosintesis yang kemudian dari proses tersebut akan menghasilkan Oksigen (O2). Dari uraian diatas, didapati hubungan mutualisme antara pohon dengan manusia. So, tugas kita sekarang adalah merawat dan menjaga pohon agar kehidupan di bumi ini tetap terjaga.
Gimana nih sobat lingkungan? Yuk jadikan siklus pohon sebagai acuan untuk dapat tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik. Dengan menjaga pohon tetap hidup, otomatis kita juga menjaga kelangsungan hidup kita.
Kota Pekalongan – Permasalahan bencana banjir rob yang terjadi di Kota Pekalongan sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Dampaknya tidak hanya mempengaruhi sektor terkait pesisir seperti perikanan dan pariwisata, tetapi juga dapat menciptakan efek domino pada sektor-sektor pembangunan lainnya. Jika hal ini terus dibiarkan, maka kota yang dikenal sebagai Kota Batik ini berpotensi akan tenggelam. Untuk itu, diperlukan kerja sama dan kolaborasi semua pihak agar dapat mengurangi dampak perubahan iklim.Program Adaptation Fund (AF) yang digalakkan Kemitraan Indonesia berupaya menanggulangi permasalahan tersebut dengan aksi 3M (Melindungi, Mempertahankan, Melestarikan) dengan tujuan membangun ketahanan kota pesisir terhadap dampak perubahan iklim dan bencana alam di Kota Pekalongan. Salah satu wujud aksi dari program tersebut adalah pembuatan portal website yang diberi nama KIBAS (Ketahanan Iklim Berbasis Masyarakat).
Sebelum website tersebut dilaunching, Kemitraan Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Kominfo setempat memberikan penguatan kapasitas jurnalisme untuk website KIBAS Kota Pekalongan, yang dibuka oleh Sekretaris Daerah Kota Pekalongan, Nur Priyantomo, berlangsung di Fuschia Ballroom Hotel Dafam Kota Pekalongan, Rabu (17/7/2024). Pelatihan ini diikuti oleh admin OPD, perwakilan kecamatan dan kelurahan dampingan, Pokja PI Kelurahan dampingan, dan komunitas-komunitas pegiat lingkungan.
Sekda Nur Pri, sapaan akrabnya mengucapkan terimakasih kepada Kemitraan Indonesia yang telah berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Pekalongan sejak Tahun 2021 dalam mendampingi penanganan dan menjawab isu-isu perubahan iklim. Dimana, Kemitraan tidak hanya melakukan pendampingan yang bersifat pembangunan fisik melainkan juga dari sisi non fisik.
“Tidak hanya membangun breakwater, IPAL, Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Kota Pekalongan, tetapi juga memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat, termasuk pelatihan dan peluncuran website KIBAS,”ucapnya.
Menurutnya, website KIBAS ini nantinya bisa digunakan sebagai wadah ilmu pengetahuan bagi masyarakat di bidang isu perubahan iklim di Kota Pekalongan. Mengingat, Kota Pekalongan menjadi salah satu daerah yang terdampak terhadap perubahan iklim yang cukup signifikan seperti adanya penurunan muka air tanah (land subsidience), banjir rob, dan sebagainya.
“Semoga ini menjadi sarana masyarakat Kota Pekalongan bisa teredukasi lewat website KIBAS ini,”ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, website KIBAS ini bisa menjadi pencerahan kepada warga setempat terkait dampak perubahan iklim itu sendiri. Pihaknya mendorong, agar konten-konten yang ada dalam website tersebut bisa dibuat semenarik mungkin, komunikatif, informatif, dan mudah dipahami oleh masyarakat.
“Dalam website ini juga ada keterlibatan jurnalisme warga, namun tidak terlepas dari aturan kaidah-kaidah (kode etik) jurnalistik, diantaranya isinya tidak memprovokasi, tidak mengandung informasi yang tidak benar (hoax), dan sebagainya. Jadi, informasi yang ada di konten website ini tetap harus difilter dan harus sesuai kode etik jurnalistik,”tegasnya.
Sementara itu, Knowledge Management Officer dari Kemitraan Indonesia, Arif Nurdiansyah menerangkan bahwa, tercetusnya website KIBAS ini dilatarbelakangi adanya isu perubahan iklim yang saat ini sudah menjadi isu global, termasuk di Kota Pekalongan. Disamping ada permasalahan bencana, ada upaya penanganan secara komprehensif yang dilakukan oleh Kota Pekalongan. Arif menerangkan, domain dalam website KIBAS ini akan menggunakan go.id yang berkoordinasi dengan Dinas Kominfo Kota Pekalongan dalam pembuatan websitenya.
“Kami menargetkan website KIBAS ini bisa dilaunching pada Bulan Agustus 2024,”ujar Arif.
Arif menyebutkan, dalam website KIBAS tersebut nantinya akan berisi segala kegiatan upaya yang dilakukan Kota Pekalongan dalam mencegah dan menangani dampak perubahan iklim seperti penanaman mangrove, bersih-bersih sungai, pelatihan peningkatan ketahanan pangan atau ekonomi.
“Misalnya Komunitas Peduli Kali Lodji mengisi konten terkait kegiatan dan programnya untuk menjaga Sungai Lodji dari dampak perubahan iklim, ataupun dari permasalahan sampah, dan sebagainya. Kemudian, ada beberapa komunitas yang fokus untuk penanaman mangrove, peningkatan ekonomi warga, dan lain-lain. Yang bisa masuk dalam penulisan website ini adalah OPD, komunitas, Pokja perubahan iklim di kelurahan dan kecamatan yang telah ditunjuk untuk sharing atau menginformasikan kegiatan-kegiatan isu-isu dan penanganan perubahan iklim,”tandasnya. (Dian).
Kota Pekalongan – Kemitraan Indonesia bersama Pemerintah Kota Pekalongan memberikan apresiasi kepada pemuda-pemudi kreatif Kota Pekalongan yang telah mengikuti ajang Youth Competition 2024 pada 27 Juli-2 Agustus 2024 dengan mengusung tema “Peran Anak Muda dalam Perubahan Iklim di Kota Pekalongan”. Ada beberapa perlombaan dalam event tersebut yakni lomba stand up comedy, creative design, karya tulis dan creative content yang diikuti 100 anak muda berusia 16-25 tahun. Penyerahan hadiah lomba dilakukan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekalongan, Nur Priyantomo, didampingi Direktur Program Tata Kelola Berkelanjutan pada Kemitraan Indonesia, Eka Melisa dalam acara Awarding Night Youth Competition Tahun 2024, bertempat di Hotel Santika Pekalongan, Rabu petang (7/8/2024). Dalam ajang ini, masing-masing lomba diambil 3 terbaik dengan hadiah juara 1 Rp5 juta, juara 2 mendapatkan Rp 3 juta, dan juara 3 mendapatkan Rp 2 juta. Selain uang pembinaan jutaan rupiah, masing-masing pemenang juga mendapatkan piala dan sertifikat.
Sekda Nur Pri, sapaan akrabnya mengungkapkan bahwa, kegiatan Youth Competition ini merupakan salah satu bukti nyata dari upaya bersama dalam memberdayakan para pemuda Kota Pekalongan untuk berperan aktif dalam mengatasi isu perubahan iklim. Ia sangat mengapresiasi Kemitraan Indonesia yang telah menyelenggarakan kegiatan perlombaan ini.
Dimana, kegiatan ini tidak hanya mewadahi para pemuda untuk berkompetisi tetapi juga menjadi sarana edukasi dan penyadartahuan mereka untuk berperan aktif bersama-sama mengatasi dampak perubahan iklim.
“Kami mengapresiasi kepada pemuda-pemudi Kota Pekalongan yang telah mendaftar sebagai peserta dalam ajang Youth Competition ini. Selamat kepada para pemenang Awarding Night Youth Competition. Semoga prestasi ini dapat menjadi motivasi untuk terus berkontribusi dan berkarya bagi kelestarian lingkungan sekitar,”ucapnya.
Disampaikan Sekda Nur Pri, kegiatan Awarding Night Youth Competition ini juga merupakan rangkaian kegiatan kerjasama antara Kemitraan Indonesia dengan Pemerintah Kota Pekalongan yang telah lama terjalin sejak Tahun 2021 dalam membantu menangani dampak perubahan iklim di Kota Pekalongan.
“Kami apresiasi kepada pemuda-pemudi yang telah berpartisipasi secara kreatif dan inovatif dalam menjawab tantangan perubahan iklim yang dihadapi Kota Pekalongan. Mereka sudah berkreasi lewat berbagai perlombaan yang ada dan mudah-mudahan kreativitas ini bisa ditularkan ke pemuda-pemudi lainnya untuk bergerak bersama membangun masyarakat Kota Pekalongan yang adaptif dan tangguh terhadap dampak perubahan iklim,”tegasnya.
Sementara itu, Direktur Program Tata Kelola Berkelanjutan pada Kemitraan Indonesia, Eka Melisa menuturkan bahwa, pihaknya sangat bangga dan menyambut baik antusias para peserta dalam mengikuti Youth Competition ini. Mereka sangat berani menuangkan ide dan kreativitasnya dalam membantu menyuarakan pentingnya penanganan perubahan iklim.
“Kami sangat mendukung apa yang telah dilakukan anak-anak muda Kota Pekalongan yang telah menyalurkan ide dan apa yang menjadi harapan mereka. Harapannya, mereka bisa lebih berketahanan dan berkelanjutan (sustainable) dalam ikut serta mengatasi dampak perubahan iklim yang terjadi di wilayahnya masing-masing,”imbuh Eka.
Eka menyebutkan, program Adaptation Fund yang digagas Kemitraan Indonesia di Kota Pekalongan direncanakan hanya bergulir sampai Tahun 2025. Namun, hal ini bukan berarti upaya penanganan dampak perubahan iklim di tengah masyarakat terabaikan.
“Kami sudah berkoordinasi dengan jajaran Pemerintah Kota Pekalongan melalui Bapak Walikota, Sekda, dan jajaran agar program ini tetap bisa berjalan dan mencari solusi apa yang bisa dibantu lagi untuk Kota Pekalongan. Kami sangat menyambut baik antusias peserta Youth Competition ini sehingga ada sekitar 100 orang yang mengikuti lomba ini. Salah satu kunci menghadapi krisis iklim yang sudah dirasakan ini adalah melibatkan kaum muda, mereka memiliki potensi besar untuk melakukan perubahan dan menahan laju perubahan iklim,”pungkasnya. (Dian).
Kota Pekalongan – Kemitraan Indonesia melalui Program Adaptation Fund mendukung tercapainya target bebas Open Defecation Free (ODF) atau tidak BAB sembarangan secara menyeluruh di Kota Pekalongan yakni dengan membangun 23 Unit Mandi, Cuci, Kakus (MCK) Komunal Adaptif di 8 kelurahan terdampak banjir dan rob di Kota Pekalongan. Salah satunya di MCK yang terletak di area Stasiun Pompa Pasirkratonkramat tepatnya di Jalan Sutan Syahrir RT 04 RW 03, Kelurahan Pasirkratonkramat (PKK), Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan yang kali ini diresmikan oleh Sekretaris Daerah Kota Pekalongan, Nur Priyantomo didampingi Direktur Program Tata Kelola Berkelanjutan pada Kemitraan Indonesia, Eka Melisa dalam kegiatan Serah Terima MCK Komunal Adaptif Program Adaptation Fund Pekalongan Tahun 2024, Kamis (8/8/2024). MCK ini bisa dimanfaatkan warga setempat untuk buang air kecil, buang air besar, dan mandi. Adapun total anggaran yang digelontorkan dalam pembangunan MCK ini sebesar Rp. 472.244.000,00.
Sekda Nur Pri, sapaan akrabnya mengucapkan terimakasih kepada Kemitraan Indonesia yang telah membantu Kota Pekalongan dari semua aspek, salah satunya aspek lingkungan dengan membangun MCK baru maupun rehabilitasi MCK lama di 8 kelurahan intervensi Program Adaptation yang ada di Kota Pekalongan, seperti di Kelurahan Pasirkratonkramat ini.
“Alhamdulillah Kota Pekalongan dibangunkan 23 MCK komunal adaptif di 8 kelurahan. Dari jumlah tersebut, 17 unit diantaranya merupakan rehabilitasi MCK, dan 6 unit sisanya pembangunan MCK baru,”ucapnya.
Dengan diserahterimakan MCK ini kepada pengelola dari masyarakat setempat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan memberi pemahaman kepada masyarakat, bahwa perilaku BABS sangatlah tidak dianjurkan karena dapat mengganggu kesehatan lingkungan. Maka, selain memberikan beberapa alternatif solusi dalam upaya menurunkan tingkat bebas BABS, sekaligus mencapai predikat Open Defication Free (ODF) atau tidak BAB sembarangan secara menyeluruh di Kota Pekalongan.
“Bangunan MCK ini bagus, sudah memenuhi SNI, dilengkapi closet jongkok dan duduk, mengusung prinsip inklusi sehingga ramah juga untuk kalangan difabel. Kami berharap, setelah aset ini diserahkan kepada masyarakat, agar bisa dimanfaatkan dan dipelihara sebaik-baiknya serta digunakan sebagaimana mestinya. Harapan kami, lewat komunitas atau RT/RW bisa sama-sama mengelola bersama. Sebab, ini salah satu bentuk kepedulian Kemitraan untuk membantu menyelesaikan pembangunan MCK, karena masih ada beberapa wilayah yang perlu MCK komunal adaptif ini,”terangnya.
Sementara itu, Direktur Program Tata Kelola Berkelanjutan pada Kemitraan Indonesia, Eka Melisa memaparkan, kelebihan MCK komunal adaptif dibandingkan MCK biasa diantaranya sudah memenuhi SNI, mengadopsi teknologi adapatif dimana permukaan biofil septic tank di desain dapat mengikuti ketinggian permukaan air sehingga tidak meluap saat terjadi banjir dan rob.
“Total 23 MCK yang kami bangun, terdiri dari 6 pembangunan MCK baru dan 17 renovasi MCK lama. Untuk pembangunan MCK baru, kami pastikan ada sistem air alternatif dan kotak penangkap air hujan, serta ramah difabel, lansia dan anak-anak. Dari total 23 MCK itu, sebagian besar sudah jadi dan masih ada beberapa yang masih dalam tahap pembangunan. InshaAllah target selesai paling lambat akhir Bulan Agustus ini semua MCK itu bisa diserahterimakan kepada masyarakat,”tandasnya. (Dian).
Anak-anak muda di kawasan pantai utara Jawa Tengah berhadapan langsung dengan dampak perubahan iklim. Meski dilanda kecemasan, mereka tak mau putus harapan. Sebagian anak muda itu pun mencoba berperan menghadapi dampak perubahan iklim.
Selama beberapa waktu terakhir, lingkungan tempat tinggal Dwi Ardiansah (19) di Kelurahan Bener, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, Jateng, makin kerap dilanda banjir. Padahal, beberapa tahun sebelumnya, banjir jarang terjadi di tempat itu.
”Dulu tempatku itu tidak terlalu gampang banjir. Tapi, sekarang kok tiba-tiba kayak hujan dikit banjir, hujan dikit banjir. Kelihatan banget perubahannya,” katanya saat ditemui di Kabupaten Semarang, Jateng, Jumat (9/8/2024).
Selain banjir biasa, sebagian wilayah di dekat rumah Dwi juga mulai dilanda banjir rob. Bahkan, wilayah yang terdampak rob di area tersebut kian meluas. ”Wilayah yang paling utara itu dari dulu sudah rob, tapi sekarang makin ke selatan juga ada rob,” ujarnya.
Awalnya, Dwi tak terlalu memikirkan penyebab banjir yang kian sering dan banjir rob yang makin meluas itu. Namun, belakangan dia baru menyadari bahwa fenomena tersebut bagian dari dampak perubahan iklim.
”Dulu kami ini merasa fenomena itu (banjir dan banjir rob) lumrah, jadi ya pasrah saja. Baru kemudian paham bahwa ini dampak perubahan iklim,” kata mahasiswa jurusan Administrasi Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang, itu.
Pengetahuan Dwi ihwal perubahan iklim pun kian bertambah setelah mengikuti acara youth camp atau perkemahan anak muda bertema ”Save Environment, Save Life” yang digelar di Kabupaten Semarang pada 9-11 Agustus 2024.
Acara yang digelar lembaga Kemitraan itu diikuti sekitar 100 anak muda dari enam wilayah di pantai utara (pantura) Jateng, yakni Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten Batang, Kota Semarang, dan Kabupaten Demak.
Kegiatan youth camp itu bagian dari program adaptasi perubahan iklim yang dijalankan Kemitraan di sejumlah wilayah Jateng dengan dukungan pendanaan dari Adaptation Fund.
Dalam acara tersebut para peserta mendapatkan beragam materi terkait perubahan iklim dan dampaknya, terutama di wilayah pantura Jateng. Mereka juga diajak berdiskusi dan merumuskan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Setelah mengikuti youth camp itu, Dwi berharap bisa ikut berkontribusi dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Salah satunya dengan memproduksi konten digital untuk menyebarluaskan informasi mengenai perubahan iklim dan dampaknya.
”Aku sih berharap ini enggak selesai di sini doang. Jadi, ada kelanjutannya. Soalnya kalau generasi mudanya enggak aware (sadar) tentang perubahan iklim, siapa lagi yang akan aware?” ungkapnya.
Kecemasan terhadap dampak perubahan iklim juga dirasakan peserta lain, Muhammad Badrud Duja (20). Pemuda asal Desa Dombo, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, itu tak asing lagi dengan fenomena banjir rob.
Duja menuturkan, selama ini banjir rob memang belum menggenangi desanya yang berlokasi di sisi selatan jalur pantura Demak. ”Robnya, kan, selama ini ada di utaranya jalur pantura,” katanya.
Akan tetapi, saat beraktivitas sehari-hari, Duja kerap harus melewati genangan rob karena jalur pantura di Sayung memang sering dilanda banjir rob. Apalagi, selama ini, sebagian wilayah Sayung sudah terendam rob yang tak pernah surut.
Bahkan, berdasarkan pengukuran tim Departemen Geografi Universitas Indonesia yang dimuat dalam buku Perubahan Garis Pantai Pesisir Utara Jawa (2020), pada kurun 1995-2015, abrasi membuat 1.645,2 hektar daratan di Sayung atau sekitar 20 persen luas kecamatan itu berubah menjadi perairan.
Genangan rob yang terjadi itu pun turut berdampak pada kehidupan Duja. ”Rob ini menyebabkan sepeda motor jadi cepat rusak,” ujar pemuda lulusan madrasah aliyah atau setingkat SMA itu.
Bahkan, dia juga cemas jika nantinya genangan rob terus meluas hingga mencapai desanya. Duja pun khawatir dengan kondisi lingkungan sekitar tempat tinggalnya pada masa mendatang. ”Yang ditakutkan pemuda pesisir itu, nanti kalau kami menikah dan punya anak, kondisinya bagaimana?” ungkapnya.
Duja menambahkan, dirinya tertarik mengikuti youth camp yang digelar Kemitraan karena pengetahuannya tentang perubahan iklim masih sangat minim. Padahal, wilayah sekitar tempat tinggalnya turut merasakan dampak dari fenomena tersebut.
”Setelah mengikuti acara ini, saya berharap bisa ikut mengedukasi teman-teman saya yang tinggal di pesisir,” katanya.
Lintas generasi
Direktur Program Tata Kelola Berkelanjutan Kemitraan Eka Melisa mengatakan, perubahan iklim merupakan masalah yang tidak hanya terjadi sekarang, tetapi juga bakal dialami pada masa mendatang. Oleh karena itu, upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus melibatkan lintas generasi.
Itulah kenapa Kemitraan beberapa kali menggelar youth camp untuk meningkatkan pengetahuan anak-anak muda terkait perubahan iklim. Kemitraan juga selalu melibatkan anak muda dalam upaya penanggulangan dampak perubahan iklim.
Yang ditakutkan pemuda pesisir itu, nanti kalau kami menikah dan punya anak, kondisinya bagaimana?
Dalam pelibatan itu, kata Eka, Kemitraan menjadikan anak-anak muda sebagai subyek, bukan obyek. ”Kami di Kemitraan selalu menganggap anak muda sebagai mitra, sama dengan pemerintah dan pihak-pihak lain,” ucapnya.
Eka menuturkan, saat menjalankan program adaptasi perubahan iklim di Kota Pekalongan, Kemitraan juga melibatkan anak-anak muda setempat sebagai fasilitator kelurahan. ”Fasilitator kelurahan itu kebanyakan anak muda dan orang lokal supaya mereka juga bisa menyadartahukan teman-temannya (terkait perubahan iklim),” ujarnya.
Dorong inovasi
Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng Soegiharto mengatakan, untuk menghadapi perubahan iklim yang terjadi, ada dua upaya utama yang bisa dilakukan, yakni adaptasi dan mitigasi.
Adaptasi bertujuan meningkatkan ketahanan masyarakat agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Adapun mitigasi merupakan langkah pencegahan melalui penurunan emisi gas rumah kaca.
Untuk mendukung upaya tersebut, Soegiharto menuturkan, Pemerintah Provinsi Jateng telah menyusun berbagai kebijakan. Salah satunya adalah Peraturan Gubernur Jateng Nomor 43 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jateng Tahun 2010-2020.
Pemprov Jateng juga telah menyusun Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Jateng Tahun 2023-2030. Selain itu, Pemprov Jateng menjalankan sejumlah program untuk menghadapi dampak perubahan iklim, misalnya program Kampung Iklim, Desa Mandiri Energi, Desa Peduli Daerah Aliran Sungai Lestari, serta Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah.
Soegiharto menambahkan, pengendalian perubahan iklim di Jateng melibatkan berbagai pihak, termasuk generasi muda. ”Peran serta generasi muda dalam pengendalian perubahan iklim diharapkan dapat mendorong tumbuhnya pemikiran dan inovasi-inovasi baru untuk meningkatkan ketahanan masyarakat menghadapi dampak perubahan iklim,” katanya saat membacakan sambutan Sekretaris Daerah Jateng dalam pembukaan youth camp.
Dengan semangat, kreativitas, dan pengetahuan yang mereka miliki, anak-anak muda di pantura Jateng memang seharusnya tak tinggal diam melihat perubahan iklim. Mereka diharapkan turut serta menguatkan upaya mitigasi dan adaptasi agar dampak perubahan iklim bisa lebih dikendalikan.